Viral Tren Sujud "Freestyle" yang Meresahkan, Berikut 4 Faktanya



INDONESIATIMES - Media sosial belakangan ini digegerkan dengan tren viral sujud "freestyle" yang cukup meresahkan. Hal itu tidak patut dilakukan lantaran ibadah dijadikan bahan bercandaan.

Selain itu, aksi tersebut juga bisa menjadi risiko yang fatal. Tren yang dilakukan oleh bocah-bocah itu, disebut-sebut saat mereka melakukan salat tarawih.



Saat melakukan gerakan sujud, beberapa anak malah melakukan gerakan semacam handstand dengan bertumpu pada siku dan pergelangan. Awalnya memang banyak yang menganggap lucu, namun semakin lama banyak juga yang menghujat aksi tersebut.

Terkait aksi tersebut, terdapat beberapa fakta yang terangkum seputar tren itu, yakni:
1. Dikaitkan dengan emoji game online

Gerakan sujud "freestyle" mirip handstand ini disebut terinspirasi dari salah 1 emoji game online Free Fire. Tak jelas betul kenapa dari sekian banyak emoji, yang dicontoh malah gerakan yang membahayakan.
2. Berisiko fatal

Disampaikan oleh Dokter ortopedi dari Royal Sport Medicine Center, dr Bobby Nelwan SpOT(K-Sport), tren ini berisiko memicu patah tulang leher yang fatal. Terlebih karena yang melakukan kebanyakan dari anak-anak.

"Pada anak-anak tulangnya relatif tipis, lebih kecil dibandingkan pada orang dewasa sehingga pada anak-anak lebih mudah patah dibandingkan orang dewasa," jelas dr Bobby.
3. Memiliki tingkat kesulitan tinggi

Gerakan itu sebenarnya tidak asing bagi para pegiat olahraga kebugaran, khususnya yoga. Beberapa gerakan seperti chinstand dan peacock atau mayurasana juga mirip seperti pose tersebut.

Pose-pose atau gerakan seperti ini punya tingkat kesulitan tinggi dan tidak untuk pemula. Melakukannya tanpa latihan dan persiapan yang cukup bisa berakibat cedera serius.

"Sangat advance dan sangat berbahaya. Yoga sendiri sebetulnya bukan mengajarkan kehebatan, tapi lebih kepada awareness meditasi bernapas," ujar Instruktur yoga Astrid Amalia.
4. Perlu edukasi, jangan hanya di-bully

Seharusnya bocah-bocah itu lebih membutuhkan edukasi. Jangan hanya saja dibully yang bisa memicu psikologi mereka. Anak-anak itu hanya mencontoh sesuatu yang diamatinya dalam keseharian, sehingga peran orang tua sangat penting.

Mereka bisa mendampingi anak untuk memilih hiburan sesuai dengan usia. Pendampingan itu dibutuhkan karena anak-anak belum bisa berpikir sebab-akibat secara hipotetikal.

Sumber:Jatimtimes.com

*

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama